Wednesday, November 10, 2010

kisah kasihnya

hari ini hujan tipis tipis, turunnya tak pasti, sebentar sebentar naik kembali ke langit. lanskap atap biru yang terlihat tetap cerah tak sedikitpun menyisakan kelabu tapi tak ada pelangi. bangunan ini terlihat semakin mengkilap saat hujan memandikannya walau agak ragu, sudut datangnya cahaya begitu sempurna dengan tambahan lampu lampu jalanan kota. tiap tiap tetes hujan yang ramai memercik memantulkan kembali sedikit keatas.

samar samar aku intip celah celah otakku untuk kembali mengingat yang lalu. Tapi tetap tak melepaskan pandangan mataku untuk hujan. Aku diam terduduk pada kursi tunggu. Hal hal yang sudah begitu lama terlewati. Ada rasa sakit jika membukanya kembali. Kenangan memang begitu, ada saat saat kau merasakan manisnya. Dan begitu muak saat berakhir pahit. Aku kira semua akan berjalan selamanya walau sebenar benar hatiku menolak batinan nihil hal bodoh seperti ini. Mungkin tepatnya lebih memaksa dan mencari bagaimanapun caranya agar dapat berjalan sesuai yang aku fikirkan.

Ada hati yang tersimpan saat itu. Banyak kata yang tak bisa tersampaikan. Begitu bodoh dengan kepura-puraan. Rasa sudah tercipta, Harusnya katakan saja. Tapi tak mungkin aku, harusnya bukan aku yang memulai warna bahagia. Pengecut!

Kau tau? Aku sudah terlanjur memulai hidup bukan denganmu, untuk selamanya. Apa yang kau lakukan kemarin? Simpan saja dalam dalam mulutmu yang tak berguna. Makan segala rasa yang kau pelihara sendiri. Aku memang mengerti, tapi mana mungkin dapat rasakan semua itu jika saja kau tak pernah sekitpun mengucapkannya. Hal hal yang membuat mereka juga tak pernah yakin. Apalagi sebenarnya yang kau tunggu? Terus saja kau lanjutkan keraguan itu. Dan sama sama menerima, kau bodoh menyesalinya.


-tertulis fiktif

No comments:

Post a Comment